Ilustrasi: By Google.com |
Hampir dua dekade sudah masa reformasi ini sudah dijalani,
kehancuran ekonomi yang berimbas pada krisis multidimesial yang terjadi di
negeri ini hingga saat ini sepertinya belum memperlihatkan tanda-tanda
perbaikan. Walaupun kita sadari bahwa proses menuju perbaikan itu membutuhkan
waktu yang tidak sedikit, perjuangan yang berat dan panjang. Pokok utama semangat
reformasi adalah pemberantasan korupsi, dimana korupsi telah menghancurkan
perekonomian negeri ini, diperparahnya korupsi di negeri ini dilakukan secara
berkelompok, mencuri secara beramai-ramai sangat luarbiasa!. Sudahkah pemberantasan korupsi itu di lakukan
sepanjang masa reformasi? Atau malah semakin parah?. Ditambah sistem ekonomi
yang hanya berpihak pada golongan atau kelompok tertentu, yang membuat parah
pondasi perekonomian Indonesia yang puncaknya krisis moneter 1998 terjadi, dan
negeri ini pun terpuruk.
Jika kita lihat dalam ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1988 tentang
Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi menyatakan bahwa ekonomi
nasional di arahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional dengan
mewujudkan pengusaha menengah dan kecil yang kuat (jumlah besar) serta
terbentuknya kemitraan yang saling menguntungkan antara pelaku ekonomi dan
saling memperkuat untuk mewujudkan ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya
saing tinggi. Dalam pelaksanaan demokrasi ekonomi harus di hindari terjadinya penumpukkan
aset dan pemusatan ekonomi pada seorang, sekelompok orang atau perusahaan yang
tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan. Berkenaan dengan hal ini,
koperasi usaha kecil dan menengah sebagai pilar utama ekonomi nasional harus
memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan
seluas-luasnya sebagai wujud nyata keberpihakan kepada usaha ekonomi rakyat
tanpa mengabaikan peran usaha besar dan BUMN.
Untuk mewujudkan ekonomi rakyat, dalam pidato 17 Oktober 1998 pada
Pencanangan hari Kebangkitan Ekonomi Rakyat, Presiden mengemukakan bahwa
reformasi menurut koreksi terhadap kebijaksanaan ekonomi lama dengan kebijakan
ekonomi baru yang bercorak kerakyatan, kemandirian dan kemartabatan dengan
meletakan suatu dasar ekonomi, termasuk aset-aset produktif, yang sekarang
pemiliknya terkonsentrasi pada BUMN dan konglomerat. Terjadinya krisis ekonomi
telah menimbulkan kesadaran baru bahwa pengelolaan ekonomi nasional dengan
mengandalkan para konglomerat sebagai engine of growth, ternyata telah
membuat rapuh basis dari ekonomi.
Kasus tersebut merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita
semua bahwa dengan pengelolaan ekonomi yang kurang trasparan dan kurang menciptakan
tumbuhnya partisipasi rakyat banyak, hanya akan melahirkan ketimpangan-ketimpangan
dalam penguasaan aset nasional oleh grup-grup bisnis berskala besar, yang telah
terbukti sangat rentan terhadap gangguan lingkungan dunia bisnis yang makin
terbukti dan liberal. Pemusatan kekuatan ekonomi atau penguasaan aset nasional
pada sekelompok anggota masyarakat tertentu dalam berbagai bentuk monopoli dan
oligopoli telah menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan sosial
ekonomi.
Ketimpangan struktur penguasaan aset ekonomi produktif akhirnya mengakibatkan
terjadinya ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, budaya,
politik. Maupun aspek kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu perlu dicari
langkah-langkah koreksi dalam menetapkan kebijakan pembangunan devisa yang
memungkinkan terwujudnya demokrasi ekonomi dan persaingan sehat.
Falsafah dalam Ekonomi Rakyat meliputi pengertian bahwa kegiatan
ekonomi
dilaksanakan dari rakyat oleh rakyat dan untuk sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat. Dua persyaratan pokok dalam memperjuangkan ekonomi
rakyat adalah :
(1)
tujuannya untuk kemakmuran seluruh
rakyat dan
(2)
adanya keterlibatan/partisipasi
rakyat banyak dalam proses produksi (kegiatanekonomi) dan dalam menikmati
hasil-hasilnya.
Sesuai arahan GBHN dan PERTANIAN dalam arti luas perlu teruas di kembangkan
agar semakin maju dan efisien, dan diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas produksi serta keanekaragaman hasil pertanian melalui usaha
diversifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi pertanian dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta
kebutuhan bahan baku industri. Industri pertanian harus di dorong
perkembangannya sehingga mampu memanfaatkan peluang pasar dalam dan luar
negeri, memperluas
kesempatan usaha dan lapangan kerja.
Sebagian besar masyarakat desa umumnya tidak atau belum memilki prospek
pemasaran yang cerah dan hasil yang menguntungkan bagi masyarakat desa. Kalaupun
ada, hanya sebagian desa yang memiliki produk/komoditi tertentu. Namun acap
terjadi hasilnya kurang menguntungkan karena lemahnya posisi masyarakat desa
dalam rantai perdagangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam proses
penjualan, biasanya pihak yang dominan menentukan harga adalah para perdagangan
atau tengkulak bukan masyarakat desa.
0 komentar:
Post a Comment