Home » » Budidaya Cabai Merah

Budidaya Cabai Merah

Cabai merupakan tanaman sayuran buah semusim yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai bumbu atau penyedap makanan. Tanaman cabai memiliki banyak nama populer di berbagai negara. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili. Nama pepper lebih umum digunakan untuk menyebut berbagai jenis cabai besar, cabai manis, atau paprika. Sedangkan chili, biasanya digunakan untuk menyebut cabai pedas, misalnya cabai rawit. Di Indonesia sendiri, penamaan cabai juga bermacam-macam
tergantung daerahnya. Cabai sering disebut dengan berbagai nama lain, misalnya, lombok, mengkreng, rawit, cengis, cengek, sebie dan sebutan lainnya.

Tanaman cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self-pollinated crop). Namun demikian, persilangan antar varietas secara alami sangat mungkin terjadi di lapangan yang dapat menghasilkan ras-ras cabai baru dengan sendirinya (Cahyono, 2003). Beberapa sifat tanaman cabai yang dapat digunakan untuk membedakan antar varietas di antaranya adalah percabangan tanaman, perbungaan tanaman, ukuran ruas, dan tipe buahnya (Prajnanta,1999).

Tanaman cabai berasal dari dunia baru (Meksiko, Amerika Tengah dan, Pegunungan Andes di Amerika Selatan), kemudian menyebar ke Eropa pada abad ke-15. Kini tanaman cabai sudah mulai menyebar ke berbagai negara tropik, terutama di Asia, Afrika Tropika, Amerika Selatan dan Karibia. Cabai masuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan dan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Tanaman cabai cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang serta tidak tergenang air.

Berdasarkan bentuk dan ukuran buah, cabai dikelompokkan dalam 4 (empat) tipe, yaitu cabai besar, cabai keriting, cabai rawit, dan paprika. Cabai besar dicirikan dengan permukaan buah rata atau licin, berdaging dan berdiameter tebal, relatif tidak tahan simpan, dan kurang pedas. Cabai besar banyak terdapat di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, dan Sulawesi. Cabai keriting memiliki ciri permukaan buah bergelombang atau keriting, buah ramping dan berdaging tipis, umur panen agak lama, relatif lebih tahan simpan dibanding cabai besar dan lebih pedas. Cabai keriting banyak terdapat di daerah Jawa Barat dan Sumatera. Cabai rawit memiliki ciri berukuran kecil, permukaan buah licin dan rasanya pedas. Sedangkan paprika memiliki ciri berbentuk segi empat panjang atau seperti bel, rasa tidak pedas, sering digunakan untuk campuran salad (Syukur et al. 2012).

Cabai merah termasuk tanaman semusim (setahun) yang berbentuk perdu, tingginya bisa mencapai 1,5 m atau lebih. Tanaman cabai memiliki perakaran yang cukup rumit. Akar tunggangnya dalam dengan susunan akar sampingnya (serabut) yang baik. Biasanya di akar terdapat bintil-bintil yang merupakan hasil simbiosis dengan beberapa mikroorganisme.

Daun cabai bervariasi menurut spesies dan varietasnya. Ada daun yang berbentuk oval, lonjong, bahkan ada yang lanset. Warna permukaan daun bagian atas biasanya hijau muda, hijau, hijau tua, bahkan hijau kebiruan. Sedangkan permukaan daun pada bagian bawah umumnya berwarna hijau muda, hijau pucat, atau hijau. Permukaan daun cabai ada yang halus ada pula yang berkerut-kerut. Ukuran panjang daun cabai antara 3 - 11 cm, dengan lebar antara 1 - 5 cm (Sunaryono, 2003).

Batang pada tanaman cabai merah tidak berkayu. Bentuknya bulat sampai agak persegi dengan posisi yang cenderung agak tegak. Warna batang kehijauan sampai keunguan dengan ruas berwarna hiaju atau ungu. Pada batang-batang yang telah tua (batang paling bawah), akan muncul warna coklat seperti kayu. Ini merupakan kayu semu yang diperoleh dari pengerasan jaringan parenkim. Biasanya batang akan tumbuh sampai ketinggian tertentu, kemudian membentuk banyak percabangan (Sunaryono, 2003).

Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempurna, artinya dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pemasakan bunga jantan dan bunga betina dalam waktu yang sama (atau hampir sama), sehingga tanaman dapat melakukan penyerbukan sendiri. Bunga berbentuk bintang, biasanya tumbuh pada ketiak daun, dalam keadaan tunggal atau bergerombol dalam tandan. Dalam satu tandan biasanya terdapat 2 - 3 bunga saja. Mahkota bunga tanaman cabai warnanya putih, putih kehijauan, dan ungu. Diameter bunga antara 5 - 20 mm. Tiap bunga memiliki 5 daun buah dan 5 - 6 daun mahkota.

Cabai mengandung capsaicin yang berfungsi untuk menstimulir detektor panas dalam kelenjar hypothalmus sehingga mengakibatkan perasaan tetap sejuk walaupun di udara yang panas. Penelitian lain menunjukkan bahwa capsaicin dapat menghalangi bahaya pada sel trachea, bronchial, dan bronchoconstriction yang disebabkan oleh asap rokok dan polutan lainnya. Hal ini berarti cabai sangat baik bagi penderita asma dan hipersensitif udara. Capsaicin juga dipergunakan dalam pembuatan krim obat gosok antirematik maupun dalam bentuk Koyo Cabai. Penggunaan capsaicin di kalangan pecinta burung ocehan konon dapat membantu merangsang burung-burung ocehan lebih aktif mengoceh. Selain capsaicin, cabai pun mengandung zat mucokinetik. Zat ini dikenal sebagai zat yang mampu mengatur, mengurangi, atau mengeluarkan lendir dari paru-paru. Oleh karena itu, cabai sangat membantu penderita bronchitis, masuk angin, influenza, sinusitus dan asma dalam pengeluaran lendir (Kahana, 2009)

Lazada Indonesia

Cabai selain mengandung zat gizi yang cukup lengkap, juga mengandung zat-zat fitokimia yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan merupakan zat yang dapat menetralisir radikal bebas yang mempercepat proses penuaan dan membuat tubuh menjadi rentan terhadap berbagai gangguan penyakit. Selain itu berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan akibat kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna, dan aroma serta kerusakan fisik lain pada produk pangan (Trubus, 2003). Selain dijadikan sebagai bahan penyedap makanan, cabai juga bisa dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk olahan seperti saos cabai, sambel cabai, pasta cabai, bubuk cabai, cabai kering, dan bumbu instant. Sebagian produk-produk tersebut sudah berhasil di ekspor ke Singapura, Hongkong, Saudi Arabia, Brunei Darussalam, dan India.

Cabai merah termasuk dalam golongan enam besar dari komoditas sayuran di Indonesia, selain bawang merah, tomat, kentang, kubis, dan kol bunga. Meskipun telah mengekspor cabai merah segar, sampai saat ini kebutuhan cabai secara nasional masih belum dapat terpenuhi, untuk menutupi kekurangan tersebut maka dilakukan impor. Budidaya cabai merah menjadi peluang usaha yang masih sangat menjanjikan, bukan hanya untuk pasar lokal saja namun juga berpeluang untuk memenuhi pasar ekspor. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, nilai impor cabai secara nasional pada tahun 2013-2014 mencapai US$ 27.935.228 dan nilai ekspor komoditas tersebut mencapai US$ 24.979.192 (http://aplikasi. deptan.go.id/eksim). Data tersebut menunjukkan Indonesia adalah nett importir komoditas cabai. Fluktuasi harga cabai merah yang sering terjadi, umumnya disebabkan oleh ketersediaan pasokan cabai merah yang tidak merata sepanjang tahun. Akibatnya harga cabai biasanya akan melonjak naik ketika pasokan di pasar sedikit, terutama saat mendekati hari besar nasional atau keagamaan. Sebaliknya harga komoditas
ini akan menukik turun ketika pasokan dari sentra produksi membanjiri pasar.

Sekalipun cabai merah mempunyai prospek permintaan yang baik, tetapi sektor budidaya cabai merah dalam skala usaha kecil masih menghadapi berbagai masalah atau kendala. Permasalahan/kendala utama yang dapat menyebabkan bisnis usaha kecil budidaya cabai merah sering menghadapi resiko gagal, tidak adanya kepastian jual, harga yang berfluktuasi, kemungkinan rendahnya margin usaha dan lemahnya akses pasar.

Upaya peningkatan produksi cabai merah dilakukan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi. Penumbuhan sentra produksi cabai merah dilakukan melalui upaya ekstensifikasi dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan dan agroklimat, potensi pasar, dan potensi sumber daya manusia. Pemantapan sentra dilakukan melalui upaya intensifikasi dengan menerapkan Iptek serta pengembangan pemasaran dan kelembagaan.

Usaha budidaya cabai merah ini telah menciptakan kesempatan bagi para petani untuk meningkatkan pendapatannya, tetapi pada umumnya petani jarang memperhitungkan besar kecilnya biaya yang diinvestasikan dan keuntungan yang diperoleh. Dengan demikian untuk menghindari kerugian dan meningkatkan keuntungan, petani sebagai pengusaha harus bisa memperhitungkan dan mengukur biaya yang akan dikeluarkan untuk kepentingan produksinya sehingga akan diketahui apakah usaha tani cabai merah itu menguntungkan atau tidak.

Pengetahuan Yang Wajib Dimiliki sebelum terjun ke bisnis ini diantaranya:

Teknologi budidaya yang diterapkan pada skala usaha mulai dari penyiapan lahan hingga pemanenan dilakukan secara manual. Misalnya untuk pengolahan tanah menggunakan cangkul dan garpu, penyemprotan menggunakan sprayer punggung (knapsack). Secara umum, usaha budidaya cabai merah menerapkan sistem intensifikasi dengan mengacu pada teknik budidaya yang baik dan benar sesuai  Standar POS budidaya cabai.

1) Pemilihan lokasi
Pemilihan lokasi usaha budidaya cabai merah dipengaruhi oleh kesesuaian lokasi terhadap persyaratan tumbuh tanaman cabai merah. Secara ringkas terdapat tiga (3) hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi, yaitu:

(1) lahan yang digunakan bukan bekas tanaman sejenis atau sefamili sehingga memungkinkan 2-3 kali musim tanam per tahun, terbuka (tidak ternaungi) sehingga matahari dapat langsung menyinari tanaman serta dekat dengan mata air;
(2) lahan memiliki ketinggian tempat tumbuh < 1.200 m dpl, kemiringan lahan anjuran < 30 derajat, suhu udara optimal untuk pertumbuhan cabai pada siang hari adalah 18o - 27oC dengan curah hujan berkisar antara 600 – 1.250 mm/tahun dan tingkat penyinaran matahari lebih dari 45% ; serta (3) lahan bukan sumber penyakit tular tanah.

2) Penentuan waktu tanam
Cabai tidak mengenal musim, namun penanaman di musim hujan lebih beresiko dibanding musim kemarau karena cabai tidak tahan terhadap hujan lebat yang terus menerus.Genangan air bisa menyebabkan penyakit akar dan kerontokan daun. Kelembaban udara tinggi menyebabkan tanaman rentan terserang penyakit. Pada saat awal pertumbuhannya tanaman cabai butuh banyak air. Jika penanaman dilakukan di sawah, sebaiknya waktu penanaman cabai pada akhir musim hujan. Penanaman cabai di lahan tegalan akan lebih baik jika dilakukan pada akhir musim kemarau. Hal ini disebabkan pada kondisiyang demikian situasi dalam tanah cukup memenuhi syarat kelembabannya
atau kandungan airnya cukup. Di tanah sawah, kandungan airnya tidak kelewat banyak, sehingga bisa meminimalkan tanaman cabai dari serangan cendawan yang menyerang akar. Di tanah tegalan, siraman air hujan sudah cukup memenuhi kebutuhan tanaman cabai.

Secara umum tanaman cabai merah dapat ditanam 2 kali dalam satu tahun. Setelah panen terakhir dimusim tanam pertama, lahan bekas tanaman cabai tersebut dapat ditanami dengan sayuran berumur pendek seperti timun, bawang daun, dan caisin. Pemilihan tanaman penyelang tersebut tergantung lokasi, iklim, situasi pasar dan perkiraan waktu tanam cabai yang kedua. Tanaman penyelang tersebut ditanam tanpa ada biaya olah tanah dan pupuk.

Setelah tanaman penyelang tersebut selesai dipanen maka dapat segera dilakukan persiapan lahan untuk musim tanam cabai yang kedua. Sebagian petani ada juga yang membiarkan tanahnya beberapa minggu (diberakan) sebelum masuk musim tanam kedua. Setelah panen terakhir di musim tanam kedua maka lahan tersebut harus ditanami komoditas lain yang berkerabat jauh dengan cabai. Petani dianjurkan mencari lokasi lain untuk menanam cabai guna menghindari serangan hama dan penyakit. Petani bisa kembali menanam di lahan awal setelah satu tahun kemudian. Pada saat itu diharapkan siklus hama dan penyakit cabai telah terputus. Jika penanaman cabai akan dilakukan pada lahan seluas satu hektar, sangat disarankan waktu penanaman tidak dilakukan secara serempak. Sebaiknya areal tersebut di bagi menjadi 2 atau 4 bagian dengan selisih waktu tanam antara areal satu dengan lainnya 1-2 minggu.

3) Persiapan lahan
Penyiapan lahan terpilih diawali dengan pembersihan lahan dari batu-batuan, gulma, semak belukar yang dapat menghalangi pertumbuhan tanaman muda. Kotoran dan sisa-sisa bahan yang telah dibersihkan ditampung pada tempat yang aman atau dapat dikubur dalam tanah. Selain itu, dibuang tanaman atau bagian tanaman lain yang dapat menjadi sumber penyakit. Lahan penanaman seluruhnya harus dibajakan/dicangkul/digarpu.

Pengapuran disesuaikan dengan pH tanah, pemberian kapur ditebar di lahan secara merata dengan dosis standar 2 ton/ha. Pekerjaan ini dilakukan 30 hari sebelum tanam (H-30). Pada H-23 dilakukan pebuatan bedengan berukuran 110 cm x12 m atau 120 cm x12 m (sesuai kontur). Tinggi bedengan 40 - 60 cm dengan jarak antar bedengan 70 cm. Di sekeliling lahan dibuat saluran drainase dengan kedalaman 70 cm. Pemberian pupuk kandang sebanyak 30 ton/ha dilakukan dengan cara diaduk rata dan ditebarkan dalam bedengan sedalam mata cangkul. Pupuk kandang yang diaplikasikan harus sudah matang dan diperkaya dengan agen hayati seperti Tricoderma sp dan Glicodium sp.

Tanaman cabai pada dasarnya bisa ditanam pada berbagai jenis tanah asal tanahnya sudah diolah terlebih dahulu agar menjadi gembur dan layak untuk ditanami sebab kalau tidak begitu maka pertumbuhan akar dan perkembangan tanaman akan terganggu. Penggunaan bedengan dalam budidaya cabai adalah salah satu cara yang tepat untuk membantu pertumbuhan akar agar mampu menyokong perkembangan tanaman cabai menjadi lebih maksimal. Selain itu, penggunaan bedengan dalam budidaya tanaman cabai dapat membantu akar tanaman tidak tergenang air dan menurut beberapa ahli penggunaan bedengan dalam budidaya tanaman mampu meningkatkan hasil produksi tanaman cabai.

Keuntungan lain dari penggunaan bedengan dalam budidaya cabai ini antara lain mempermudah perawatan, memaksimalkan dan mengefisiensikan penyerapan pupuk yang diberikan pada tanaman, meminimalisir persaingan tanaman cabai dengan gulma dalam mendapatkan unsur hara. Pada H-15 dilakukan penanaman tanaman perangkap (jagung) untuk daerah endemik virus. Jarak tanam yang digunakan 3 baris x 30 cm dengan 2 benih per lubang. Penanaman dilakukan pada lokasi yang tidak mengganggu tanaman cabai.
Penaburan pupuk dasar SP-36 dengan dosis 1.000 kg/ha dilakukan pada pada H-9. Pupuk ditebar di atas guludan. Pemberian pupuk dasar kimia dengan waktu pengapuran harus berjarak 3 minggu. Pada 7 hari sebelum tanam (H-7) dilakukan pemasangan mulsa plastik
hitam perak, yang diikuti dengan pembuatan lubang tanam dan pemasangan ajir dengan jarak tanam 60 cm x 60 cm (musim kemarau) atau 60 cm x 70 cm (musim hujan). Lubang dibuat dari kaleng susu atau plat besi pemanas berbentuk tabung dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm dengan menggunakan tali rafia yang telah diberi tanda sesuai dengan jarak tanam dalam barisan.

Sistem tanam yang digunakan segi tiga (zig-zag) atau segi empat. Populasi tanaman
efektif sekitar 17.500 batang/ha. Penggunaan mulsa mutlak diperlukan apalagi jika kita melakukan budidaya cabai pada musim hujan. Salah satu keuntungan pemakain mulsa
plastik ini adalah bisa menekan serangan hama dan penyakit. Keuntungan ini muncul karena warna perak akan memantulkan sinar ultra violet ke permukaan bawah daun yang banyak dihuni oleh hama aphid, thrips, tungau, ulat dan cendawan. Keuntungan lain dari penggunaan mulsa ini adalah: mengurangi penguapan air dan pupuk oleh sinar matahari sehingga mampu menekan biaya pemupukan, penyiraman bahkan penyiangan gulma, mencegah erosi bedengan pada musim hujan, menjaga kelembaban, suhu dan kegemburan
tanah; mengoptimalkan sinar matahari untuk fotosintesis dengan pantulan sinar matahari dari lapisan warna perak pada mulsa; menekan pertumbuhan gulma; membantu merangsang pertumbuhan akar tanaman akibat suhu hangat dalam bedengan; mencegah hilangnya pupuk akibat siraman air hujan dan mencegah kelebihan air pada media tanam.
Sehari sebelum tanam (H-1) dilakukan pengairan (leb) dan penugalan lubang tanam. Pada daerah endemik Phytopthora sp. dan Fusarium sp. Dilakukan pemberian agen hayati pada lubang tanam. Agen hayati yang digunakan adalah Tricoderma sp. misal Trico-G sebanyak 1,2 g/lubang dan atau bakteri pemacu pertumbuhan (PGPR).
BAB III – Aspek teknis produksi
4) Persemaian
Pada H-30 dilakukan pembuatan bedeng persemaian, persiapan polibag, membuat media semai yang terdiri dari tanah gembur, kompos, dan NPK 16:16:16 dengan perbandingan (4:1:1) di tambah Tricoderma sp. dan Furadan (bahan aktif karbofuran). Semua bahan tersebut diaduk rata dan dimasukkan ke polibag ukuran 6 x 8 atau 8 x 10 cm. Pengisian media semai sampai 90% dari volume polibag, lahan, luas pembibitan 0,5% dari luas areal tanam.

Pada H-25 dilakukan perendaman benih cabai. Benih cabai merah direndam dalam air dingin atau air hangat atau dalam larutan fungisida sistemik selama 12 jam. Benih yang mengambang dalam perendaman segera dibuang. Benih tersebut kemudian diperam 3-5 hari.

Pada H-21, setelah benih cabai keluar calon akar, dilakukan pemindahan ke media menggunakan lidi atau pinset. Kedalaman penyemaian 0,5 cm dan ditutup tanah. Bibit dimasukkan ke dalam sungkup plastik, dilakukan penyiraman setiap pagi dan sore dengan gembor halus. Umur bibit cabai 10 hari sungkup plastik dibuka penuh.

Pada H-5 dilakukan pemberian pupuk daun dengan konsentrasi 1 g/l. Pupuk daun tersebut untuk mempercepat pertumbuhan bibit. Pada H-1 bibit cabai yang akan ditanam disemprot dengan Previcur N dengan konsentrasi 2,5 cc/l dan Agrept/Bactocyn/Plantomicyn 1,2 g/l. Penyemprotan berfungsi mencegah serangan penyakit pada bibit.


5) Penanaman
Pada hari H (H+0), setelah bibit cabai muncul 4-5 daun, dilakukan seleksi bibit. Bibit yang ditanam adalah yang sehat, normal, dan berukuran seragam. Bibit yang sudah diseleksi segera dibawa ke lahan dengan menggunakan nampan/ wadah dan diletakkan di lubang tanam pada setiap bedengan. Sebelum polibag disobek, dilakukan pemadatan media semai dengan cara dikepal. Hal ini bertujuan agar tanah tidak pecah dan akar tidak putus. Jangan sampai ada rongga antara mulsa dengan tanah di lubang tanam. Penanaman bibit sebaiknya
dilakukan pada sore hari, kedalaman penanaman bibit setinggi ukuran polibag.

6) Pemeliharaan
Pada H+1 hingga H+7 dilakukan penyulaman. Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang mati atau tidak tumbuh normal. Setelah itu dilakukan pemasangan ajir bambu berukuran panjang 120 cm. Pemasangan ajir jangan terlalu dekat perakaran karena bisa merusak akar. Pada H+8 hingga H+14 dilakukan perompesan tunas air (rempelan). Perompesan sebaiknya dilakukan pada pagi hari di bawah jam 10.00. Pekerja harus mencuci tangan sebelum perompesan dimulai. Interval perompesan tunas air tergantung pada kondisi tanaman.

Pada H+10 hingga H+15 dilakukan pemberian pupuk susulan KNO3 Merah sebanyak 2 kg per 150 liter air (kebutuhan per hektar 16 kg). Dosis pengocoran 250 cc per tanaman, dikocor di lubang tanaman. Pada saat pemupukan diharapkan tidak kena langsung bagian tanaman.

Jika dilakukan pemupukan kocor maka harus segera diikuti penyiramanan tanaman. Interval pemberian pupuk tergantung kondisi pertumbuhan tanaman, jika pertumbuhan tanaman sudah bagus maka waktu interval bisa diperpanjang. Jika masih ada tunas air
yang tersisa atau tumbuh kembali, dilakukan perompesan lagi. Pada fase ini juga dilakukan pengikatan tanaman pada ajir dengan cara mengikat bagian batang di bawah batang utama tanaman dengan tali plastik pada batang ajir. Ikatan membentuk simpul 8, harus longgar, tidak mencekik tanaman.

Tanaman cabai perlu ditopang pertumbuhannya agar kokoh dan mampu menopang tajuknya yang rimbun. Pemasangan ajir diusahakan sedini mungkin, maksimal satu bulan setelah tanam. Ajir biasa dipasang miring membentuk sudut 45o dengan batang tanaman cabai atau tegak lurus dengan batang tanaman. Beberapa fungsi dari ajir ini adalah: membantu tegaknya tanaman dari buahnya yang rimbun, tiupan angin, mengoptimalkan sinar matahari pada tanaman sehingga fotosintesis berlangsung maksimal, membantu penyebaran daun dan ranting supaya teratur sehingga mempermudah penyiangan dan
pemupukan. Menurut Prajanata (2006) penanaman cabai dengan ajir dapat menaikkan produksi buah cabai sampai 48% dan dapat mengurangi serangan hama dan penyakit.
BAB III – Aspek teknis produksi
Pada H+20 hingga H+25 dilakukan pengocoran dengan NPK (16;16:16) sebanyak 3 kg per 150 liter air (kebutuhan per hektar 25 kg). Dosis pengocoran sebanyak 250 cc per tanaman yang diberikan di lubang pupuk dengan jarak 20 cm dari tanaman. Pada saat tersebut juga dilakukan pemeliharaan rutin (penyiraman, penyiangan gulma, drainase, perompesan cabang air atau tunas samping. Dilakukan juga sanitasi tanaman sakit dan penyemprotan rutin pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit.

Pada H+25 sampai H+30 dilakukan penyemprotan Calcium (Ca) murni. Pemberian Ca dilakukan dengan cara penyemprotan secara merata dengan interval 1 minggu sekali (6-7 kali pemberian). Pada saat tersebut juga dilakukan pengamatan hama dan penyakit tanaman. Dilakukan juga pengamatan musuh alami dan inangnya serta melakukan konservasi terhadap keduanya. Pengendalian trips dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif Imidakloprid dan Profenofos secara bergantian. Konsentrasi insektisida yang digunakan 1 – 2 ml/l air dengan volume semprot minimal 200 l/ha. Jika
hama trips sudah parah bisa ditambah dengan insektisida dengan bahan aktif Kartap Hidroklorida. Jika tanaman terserang tungau maka tanaman dapat disemprot dengan Akarisida berbahan aktif Pridaben.

Pengendalian penyakit bisa menggunakan fungisida dengan bahan aktif Propineb atau Mankozeb. Konsentrasi fungisida yang digunakan 1 – 2 gr/l air dengan volume semprot minimal 200 l/ha. Penyakit layu dicegah dengan pemberian Agrept atau Bactocyn sebanyak 1,2 gr/l ditambah Trico G 1,2 gr/l. Larutan dikocorkan pada lubang tanam sebanyak 250 cc (satu gelas aqua). Untuk menghemat biaya, biasanya penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan secara bersamaan. Sistem penyemprotan pestisida tersebut dikenal
dengan istilah tank mixture. Pencampuran kedua jenis pestisida yang berbeda tersebut dapat dilakukan jika keduanya bersifat kompatibel.

Pada H+35 hingga H+40 dilakukan pemupukan dengan cara tugal. Pupuk yang diberikan adalah SP-36+KCl+Boron (100 kg + 100 kg + 10 kg) yang dicampur merata. Jarak pemupukan sekitar 20 cm dari batang tanaman. Dilakukan juga penyemprotan Ca dan aplikasi agen hayati bakteri pemacu pertumbuhan (PGPR) dan pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Dilakukan pengendalian hama secara mekanis dengan memasang perangkap lampu (untuk ngengat/induk ulat), perangkap biru (untuk trips), perangkap pheromon (lalat buah). Perangkap sebaiknya diletakkan di luar kebun. Setelah hujan turun, sebaiknya dilakukan penyiraman tanaman untuk mengantisipasi sumber inokulum penyakit yang berada di tanah terciprat ke daun atau batang tanaman. Jika ada buah atau bagian tanaman yang terserang
BAB III – Aspek teknis produksi
Pada H+40 sampai H+45 dilakukan pemberian pupuk Multi KP (Kalium Phosfat) 20 gr/L (setara dengan 5 sendok makan/tangki). Kebutuhan pupuk Multi KP untuk sekali semprot atau sekali kocor adalah sebanyak 7 L. Aplikasi dilakukan 7-10 hari sekali sampai mulai panen. Pada umur tersebut juga diberikan Ca murni. Dilakukan juga pemberian Agrept atau Bactocyn sebanyak 1,2 gr/l ditambah Trico G 1,2 g/l. Aplikasi dilakukan dengan cara dikocorkan pada lubang tanam dengan dosis 250 cc/tanaman. Pada H+50 sampai H+55 dilakukan pemberian pupuk SP-36 + KCl + Boron (100 kg + 100 kg+ 10 kg) yang telah dicampur rata. Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal dengan jarak 20 cm dari lubang tanam, selain itu juga dilakukan pemberian Ca murni dan Multi KP.

Jika serangan trips masih belum teratasi maka bisa menggunakan insektisida berbahan aktif Abamektin bergantian dengan Imidakloprid. Untuk mengatasi lalat buah bisa memasang kapur barus/kamper di sekitar tanaman atau tanaman disemprot dengan insektisida berbahan aktif Dimetoat. penyakit harus diambil/dicabut.Jika ada tanaman yang mati pucuk maka segera dilakukan pemangkasan. Pada fase tersebut tanaman cabai masuk pada fase generatif.

Pada umur H+60 sampai H+65 dilakukan pemberian Kalsium (Ca) murni dan Multi KP. Pada saat tersebut juga dilakukan pengambilan daun pada batang bawah yang terserang penyakit kemudian dibakar. Dilakukan juga penyiangan gulma di sekitar lubang tanaman dan selokan antar bedengan serta digunakan agen hayati (PGPR) pada saat tersebut. Pada tahap ini, karena tanaman sudah menghasilkan buah maka pengamatan terhadap kemungkinan serangan hama dan penyakit buah harus dilakukan dengan lebih intensif.
Bagian tanaman yang sakit atau terserang hama diambil dan dimusnahkan. Dilakukan juga penyemprotan pestisida secara rutin dengan interval 2-3 hari sekali dengan penambahan perekat jika kondisi hujan terus menerus.

Umur H+68 sampai H+75 dilakukan pemupukan Multi KP sebanyak 20 g/l dan penyemprotan Ca murni. Daun pada batang bawah yang terserang penyakit diambil kemudian dibakar. Dilakukan juga penyiangan gulma di sekitar lubang tanaman dan selokan antar bedengan serta penggunaan agen hayati (PGPR). Pada umur tersebut bunga sudah menjadi buah. Pada saat H+76 sampai H+81 dilakukan pemupukan Multi KP sebanyak 20 gr/l. Pada saat tersebut juga dilakukan pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan dilakukan pekerjaan sanitasi tanaman atau buah yang kena
hama penyakit.
BAB III – Aspek teknis produksi
Pada H+84 sampai H+90 dilakukan pemupukan Multi KP sebanyak 20 g/l. Pada saat tersebut juga dilakukan pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan dilakukan pekerjaan sanitasi tanaman atau buah yang kena hama penyakit. Pada umur tersebut, cabai sudah sudah siap untuk dipetik.

7) Panen dan pengelolaan pasca panen
Pada saat H+91 hingga H+100 dilakukan pemanenan buah cabai yang pertama. Buah yang dipanen adalah yang sudah matang sempurna (warna merah) dan tidak belang. Cara pemetikan buah dilakukan dengan menarik tangkai ke atas. Buah yang rusak, misal terkena patek dipisahkan dengan buah yang bagus pada wadah yang berbeda.Interval pemanenan dilakukan 5-7 hari sekali, jika perawatan dilakukan dengan baik dapat mencapai 15-20
kali panen. Setelah pemanenan sebaiknya pada hari berikutnya disemprot dengan pestisida/agen hayati.
SsssBAB III – Aspek teknis produksi
Sumber puataka:
Sumarni N. 1996. Budidaya Tanaman Cabai Merah.
Setiadi. 1987. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunaryono, H H. 2003. Budidaya Cabai Merah. Sianar Baru Algensindo.Cetakan
Prajnanta, F. 1999. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Cetakan ke 4. Penebar
Swadaya. Jakarta.

0 komentar:

Post a Comment

Auto Backlink : OoneSeem