Rendahnya harga minyak dunia nampaknya mulai
mempengaruhi industri minyak dan gas bumi (migas) khususnya terkait pengurangan
tenaga kerja. Sejumlah perusahaan migas mulai melakukan efisiensi baik berupa
pemutusan hubungan kerja (PHK) ataupun mengakhiri kerja sama dengan perusahaan
subkontraktor migas. Salah satunya yang sudah mengajukan pengurangan tenaga
kerja yaitu PT. Chevron, yang berencana akan mengurangi tenaga kerjanya
sebanyak 1.200 orang. Hal ini disebabkan
harga minyak dunia yang terjun bebas mencapai level paling rendah sekitar US$
33 per barel, harga tersebut jauh ketimbang dengan proyeksi rata-rata harga
dalam APBN 2016 yang dipatok sebesar US$ 50 per barel. Tentunya harga minyak
yang rendah ini sangat memberatkan belanja modal dan belanja operasional bagi
perusahaan migas, selain mengurangi kegiatan eksplorasinya untuk menekan biaya mereka
pun akan mengurangi jumlah karyawan juga.
Melihat gejala ini pemerintah tidak akan membiarkan
industri di sektor minyak dan gas bumi terus lesu. Oleh karenanya, saat ini
pemerintah sudah menyiapkan skema pemberian insentif khusus agar industri tidak
mati. Sebab, jika dibiarkan terus menurun semua pihak yang tergantung pada
industri migas akan terkena dampaknya., dan juga akan berdampak pada penerimaan
negara. Karena pembayaran pajak dari mereka akan berkurang. Pemerintah juga ingin
memastikan perusahaan migas tetap bisa membayar pajak ke pemerintah. Apalagi,
belum semua perusahaan migas sudah benar dalam membayar kewajiban
pajaknya.
Walau di tengah harga minyak dunia yang kurang bagus,
pemerintah tetap optimis, dimana saat ini pemerintah tengah mempersiapkan proyek
minyak dan gas bumi yang besar salah satunya
proyek Blok Masela. Dimana bila proyek ini sudah berjalan akan mendatangkan
efek gulir yang besar, terutama bagi industri maritim. Proyek Blok Masela ini
memiliki cadangan gas mencapai 10,73 trilion cubic feet (tcf). Efect dari
proyek ini akan menumbuhkan juga industri di darat seperti pembangunan pembangkit,
petro kimia dan sebagainya. Yang jelas akan menggerkakan roda perekonomian di
wilayah sekitarnya.
Sisi multiplier effect, dari proyek migas tersebut
efeknya memang tidak bisa langsung dirasakan, dan harus mengorbankan beberapa
aspek keekonomian, tetapi kedepannya akan menghasilkan keuntungan yang lebih
besar di industri lain. Seperti misalnya membangun industri semen atau
perikanan, industri pasti membutuhkan
pembangkit listrik. Listrik tersebut membutuhkan energi. Energi yang dimiliki
negara, sebaiknya jangan dimanfaatkan untuk ekspor seluruhnya tetapi juga
disisihkan untuk industri di daerah. Jika hal ini yang terjadi pasti ke depan
akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang luar biasa dan mendatangkan keuntungan
yang besar baik dari segi finansial maupun dari segi penyerapan tenaga kerja, tentunya
akan banyak tenaga kerja yang terserap di sektor industri tersebut.
Semoga saja proyek besar ini berjalan dengan lancar dan tidak terkotori
oleh unsur politik yang kotor, dan masing-masing pihak berjiwa legowo tanpa
harus berebut “kue” dari proyek ini. Murni semuanya untuk kepentingan rakyat
dan bangsa ini, tidak ada unsur kepentingan untuk golongan atau pribadi. Jangan
sampai proyek ini pun menjadi sebuah dagangan politik seperti yang terjadi
pada kasus “freefort” yang sudah merambah ke ranah politik. Bisnis adalah
bisnis jangan di campur adukan dengan politik bakal kusut nantiya, Mudah-mudahan
pemerintah tetap rasional dan jeli, bahwa keputusan ekonomis itu antara
perdagangan sama politik itu berbeda. (Sumber: berbagai sumber)
0 komentar:
Post a Comment